TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan biaya hidup masyarakat miskin di Jakarta lebih mahal dibanding dengan masyarakat yang hidup berkecukupan. Ia menyebut membengkaknya biaya hidup itu disebabkan akses air bersih dari Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya yang tak menjangkau masyarakat miskin.
"Orang makmur per bulannya bayar PAM Rp 100 - 150 ribu, sedangkan masyarakat miskin Rp 20 - 25 ribu per hari untuk beli air bersih. Jadi per bulannya bisa mencapai Rp600 ribu," ujar Anies di Gedung BPK, Jakarta Pusat, Senin, 18 Februari 2019.
Baca: Anies Mau Ambil Alih, Cerita Warga DKI Tak Punya Akses Air Bersih
Berdasarkan fakta itu, Anies menyatakan ketidaksetujuannya jika masyarakat mengatakan masalah utama di Jakarta adalah banjir dan kemacetan. Selama ini, menurut dia, masalah air untuk masyarakat miskin jauh lebih penting dibandingkan kedua isu tersebut, tetapi tidak pernah terekspose di media sosial.
Anies mengatakan salah satu penyebab mahalnya harga air di pemukiman masyarakat miskin karena tidak masuknya instalasi PAM ke kawasan itu. Menurut dia, permasalahan ini merupakan imbas dari swastanisasi air yang terjadi sejak tahun 1997.
Selama 20 tahun privatisasi air berjalan, kata Anies, cakupan pelayanan air bagi warga Jakarta baru mencapai 40 persen dari target 82 persen yang dijanjikan pihak swasta. Sehingga, ada 40 persen lain masyarakat miskin yang tak bisa mengakses air PAM.
Baca: Pengambilalihan Pengelolaan Air Jakarta, PAM Jaya Usulkan Hal Ini
Anies juga menyayangkan penyertaan modal daerah (PMD) oleh BUMD PT Jakarta Propertindo untuk membangun instalasi air bersih senilai Rp 1,2 triliun pada APBD 2019 tak dikabulkan DPRD. Menurut Anies, jika PMD itu dikabulkan, anggaran tersebut dapat berguna untuk mengejar target penyediaan instalasi air bersih di Jakarta.
"Tahun lalu saya memasukkan PMD ke DPRD DKI Jakarta Rp 1,2 triliun. Tidak bisa dijalankan karena DPRD menunjukkan kalau dilakukan itu bermasalah," kata Anies.